Cryptocurrency
semakin populer dikenal sebagai alat pembayaran alternatif selain mata uang
resmi. Problematika dan masa depan crypto kemudian muncul seiring dengan
kemajuan praktik penggunaannya. Berkaca dari hal tersebut, Program Magister
Sains dan Doktor FEB UGM mengadakan diskusi menarik pada tanggal 12 November
dalam sesi webinar dengan topik “Cryptocurrency Dalam Perspektif Syariah:
Problematika dan Masa Depan” yang menghadirkan Prof. Dian Masyita, Ph.D. dan
Bapak Eddy Junarsin, MBA., Ph.D., CFP sebagai pembicara. Acara tersebut dipandu
oleh Bapak Usman Arief, S.E., MSM. Webinar yang terbuka untuk umum ini dihadiri
sebanyak 216 peserta yang berasal dari kalangan dosen, mahasiswa, alumni,
hingga praktisi. Prof. Dian menyampaikan definisi
cryptocurrency, proses penciptaan crypto, dan bagaimana regulasi menilai
keabsahan crypto, termasuk dari perspektif syariah. Crypto dinilai sebagai mata
uang, aset digital, yang dirancang sebagai alat pertukaran dengan cryptography
yang kuat dan mampu memverifikasi transfer aset. Problematika cryptocurrency
itu sendiri berasal dari pertanyaan apakah cryptocurrency ini cukup sustain, di mana memerlukan banyak energi
listrik, teknologi canggih yang memadai, dan waktu yang cukup banyak. Jika
dinilai dari perspektif syariah, cryptocurrency ini tidak memenuhi prinsip
syariah karena tidak terpercaya, spekulasi tinggi, dan tidak ada underlying asset. Praktik penggunaan cryptocurrency
yang semakin banyak, tentu menimbulkan banyak pertanyaan mengenai faktor yang
mendasarinya. Banyak hal yang menjadi alasan semakin banyaknya pemakaian mata
uang crypto. Menurut Bapak Eddy, faktor-faktor tersebut adalah mengejar nilai
praktis, ketidakpercayaan, dan pemanfaatan teknologi yang terus berkembang dari
masa ke masa. Fenomena bubble pada
mata uang crypto juga menjadi problema yang suatu saat akan pecah dan tentu
saja hal ini merupakan bukti ketidakpastian. Diskusi menarik tentang
problematika dan masa depan cryptocurrency ini sangat menarik, hingga
melibatkan antusiasme peserta yang sangat tinggi. Proses diskusi pada webinar
kali ini menjawab banyak pertanyaan mengenai apa sebenarnya cryptocurrency,
bagaimana mekanisme transaksi menggunakan crypto, hingga fakta regulasi
mengatur crypto, baik secara umum, maupun dari perspektif syariah. Tidak
menutup kemungkinan juga bahwa praktik cryptocurrency ini semakin canggih
mengikuti perkembangan teknologi Kemajuan zaman
berdampak pada bertumbuhnya model pengelolaan keuangan atau investasi dengan
gaya baru. Dulu, masyarakat disuguhi dengan model investasi yang cenderung
tidak beragam, seperti deposit, hingga investasi pada bidang properti. Kini,
masyarakat dapat berinvestasi dengan bantuan teknologi bahkan mendapatkan
keuntungan berkali-kali lipat daripada investasi konvensional yang selama ini
lumrah ditengah masyarakat, salah satunya pada cryptocurrency. Pada
dasarnya, cryptocurrency merupakan mata uang digital yang memiliki enkripsi
(kode rahasia, red) dan bersifat desentralisasi. Semua transaksi yang kita
lakukan akan tercatat rapi dan terpusat melalui teknologi blockchain. Maraknya
teknologi tersebut, bukannya tanpa catatan. Sebagai sistem ekonomi yang mulai
dilirik masyarakat, Ekonomi Islam berusaha untuk mengamati dan mencermati
teknologi tersebut. Sistem ekonomi yang memegang perinsip berkeadilan dengan
melarang perjudian, spekulasi dan riba itupun memastikan tidak ada masyarakat
yang dirugikan serta dilaksanakan sesuai hukum islam. Pakar
Ekonomi Islam Universitas Airlangga (Unair),
Bayu Arie Fianto PhD, menuturkan bahwa legalitas cryptocurrency sebagai
alat pembayaran maupun instrumen investasi masih dipertanyakan. Hal itu
tentunya menjadi catatan tersendiri ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah
menempelkan hukum haram kepada cryptocurrency baik penggunaannya sebagai mata
uang maupun aset digital. “Unsur
spekulasinya sangat tinggi, sehingga bisa mengakibatkan adanya kerugian ketika
kita berinvestasi disitu (Cryptocurrency, red),” tutur Bayu, di Surabaya,
Senin(9/5/20220) Selain
itu, ia pun menuturkan bahwa instrumen investasi harus dipastikan memiliki
Underlying Asset atau aset dasar sebuah investasi. Menurutnya, fungsi uang
bukanlah alat spekulasi, melainkan sebagai alat tukar, alat penyimpan kekayaan,
dan untuk mengukur kekayaan. Ekonomi Islam dan Perkembangan Zaman Bayu pun
menuturkan bahwa Ekonomi Islam bukanlah sistem ekonomi yang kaku sehingga tidak
relevan dengan perkembangan zaman. Baginya, perkembangan zaman tetaplah harus
diikuti, namun tetap mengedepankan syariat (hukum, red) yang berlaku. Ekonomi
Islam pun berusaha melindungi harta masyarakat dengan tidak memperbolehkan
unsur ketidakpastian dalam investasi. “Kasus-kasus
affiliator yang baru ini. Nah, itukan juga (terdapat, red) unsur penipuan dan
penggorengan oleh suatu komoditi tertentu untuk investasi ya,” ujar Alumnus Lincoln University, Selandia Baru, saat menyinggung fenomena affiliator yang
banyak merugikan masyarakat.
Dalam
memandang fatwa MUI, ia pun berpendapat bahwa fatwa tersebut bertujuan untuk
melindungi masyarakat bukan untuk membatasi. |