Sama seperti teknologi
lainnya, big data juga bisa
sangat baik jika berada di tangan yang tepat. Namun berlaku sebaliknya. Selama
ini kita selalu membaca dan mendengar bahwa personalisasi adalah bentuk dari
peningkatan pengalaman pengguna level selanjutnya. Data-data personal ini
didapatkan dari bagaimana sistem menganalisis bagaimana kebiasaan pengguna.
Kemudian sistem bisa memberikan rekomendasi apa yang cocok dan apa yang mungkin
relevan dengan kebiasaan mereka saat ini. Ini menjadi mengkhawatirkan jika
analisis prediktif ini dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak baik. Misalnya
analisis prediktif mengenai kegemaran, pola bepergian, penggunaan kartu kredit,
transaksi, dan banyak hal dimiliki oleh orang-orang yang tidak bertanggung
jawab. Bukan untuk menghakimi bahwa teknologi berbahaya, hanya mengingatkan ada
sisi lain dari teknologi yang ternyata memang membahayakan. Gedung Putih Mei silam
mengeluarkan sebuah dokumen bertajuk
“Big Data: A Report on Algorithmic Systems, Opportunity, and Civil Rights”.
Dalam dokumen sebanyak 29 halam tersebut dijelaskan banyak hal mengenai peluang
dan tantangan yang dihadapi big data.
Salah satu tantangan yang menjadi sorotan adalah kemungkinan big data disalahgunakan
sebagai alat untuk diskriminasi.Beberapa contoh kasus yang diambil adalah
diskriminasi yang bisa didapatkan masyarakat untuk mendapatkan akses kredit,
lowongan pekerjaan, pendidikan dan kejahatan kriminal. Jika big data dan analisis bisa mendapatkan
analisis prediktif dari data yang ada menyebutkan orang-orang yang dinyatakan
“tidak masuk kualifikasi” maka orang-orang tersebut benar-benar dipinggirkan.
Bisa saja seseorang akan ditolak di mana pun karena data riwayatnya ternyata
menghasilkan analisis prediktif yang buruk. Padahal belum tentu sumber data
akurat, belum lagi analisis dilakukan dengan baik dan benar. Big
data dan analisisnya sama halnya
mengkhawatirkan dengan peralatan yang dikendalikan dari jauh bila sama-sama di
pegang oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Dalam kasus big data risikonya bisa lebih ditekan
dengan memastikan keakuratan data dan menjaga agar informasi personal lebih
dulu mendapatkan izin dari pengguna. Selain itu diharapkan juga kebijakan yang
lebih baik dari lembaga yang menggunakan analisis prediktif untuk menghindari
diskriminasi. Banyak perusahaan Indonesia
yang belum menyadari dampak negatif big data dalam
pengelolaan data mereka. "Padahal akibatnya data bisa tidak tersimpan,
tidak terback-up. Beberapa tahun lagi Indonesia
juga akan mengikuti tren ini. Prediksi sekitar tiga sampai empat tahun lagi,
perusahaan-perusahaan Indonesia akan kebingungan karena terlalu banyak data
dalam sistem komputernya. sebuah rumah sakit yang terus menurus menambah
data pasiennya. Jika mereka tidak memiliki rekam data penyakit pasien yang baik
maka tidak menutup kemungkinan jiwa seseorang menjadi terancam.
Tantangan Big
data dalam implementasi di perusahaan ·
Permasalahan kurangnya
pemahaman dan wawasan big data. ·
Kurangnya
pengalaman dalam mengalami data yang berjumlah banyak dan
kompleks. ·
Bingung dalam memilih teknologi dan
platform big data. ... ·
Permasalahan budget karena
investasi big data memerlukan
biaya yang cukup besar.
Dibalik berbagai kemudahan yang
ditawarkan, Big Data sebagai salah satu komponen penting dalam indutri 4.0,
membawa serta tantangan serta resiko. Salah satu tantangan serta resiko
terbesar yang selalu menjadi masalah utama dalam penggunaan Big Data adalah
masalah privasi. Data dalam jumlah besar memang "menggoda" untuk
disalahgunakan, terlebih lagi saat ini belum terdapat batasan yang jelas
terkait privasi dalam Big Data yang diatur dalam peraturan formal atau undang-undang.
Neil M. Richards dan Jonathan H. King kemudian membagi privasi dalam Big Data
ke dalam empat katagori yaitu perlindungan untuk identitas (identity),
kesetaraan (equality), keamanan (security), dan kepercayaan (trust) dan
mengemukakan bahwa beberapa cara menjaga privasi dalam Big Data adalah dengan
membuat peraturan, peraturan halus (soft regulation) dan etika Big Data yang
memiliki batasan yang jelas sehingga mencegah penyalahgunaan privasi dalam Big
Data.
Big Data ini tidak hanya bermanfaat atau
digunakan dalam bisnis saja namun di bidang lainnya juga banyak digunakan.
Simak beberapa contoh penerapan Big Data yang menarik untuk Anda simak berikut
ini: Pajak Contoh penerapan Big Data yang pertama
adalah dalam bidang pajak. Big Data ini bisa meningkatkan pendapatan pajak
negara. Kesadaran masyarakat terhadap wajib pajak masih kurang. Hal tersebut
membuat ditjen pajak tidak mampu memenuhi target seperti yang diharapkan.
Dengan mengimplementasikan dan menerapkan Big Data ini ditjen pajak mampu
mengambil data dari silsilah keluarga kemudian bisa mengetahui barang apa saja
yang dimiliki. Data lainnya yang bisa diambil oleh Big
Data adalah jumlah kekayaan yang dimiliki, akun rekening bank dan juga jenis
pajak yang belum maupun sudah dibayar semuanya akan bisa ditampilkan satu.
Ditjen akan mudah dalam mengecek apakah sudah membayar pajak atau belum. Sektor Kesehatan Penerapan Big Data selanjutnya dalam
sektor kesehatan. Setiap klinik, puskesmas maupun rumah sakit menggunakan
software yang berbeda dalam pencatatan pasien. Hal tersebut membuat data yang
dikirimkan ke Dinas Kesehatan juga berbeda tergantung jenis software yang
digunakan. Dengan penerapan Big Data ini semua informasi kesehatan bisa
terpusat sehingga mudah diolah dan juga dianalisa untuk bisa mengetahui seperti
apa kesehatan penduduk yang ada di Indonesia ini. Agrikultur Indonesia menjadi negara agraris, hal
tersebut ditunjukkan dengan lahan pertanian yang luas. Big Data ini juga
bermanfaat dalam bidang pertanian sehingga dengan adanya Big Data diharapkan
taraf hidup petani menjadi lebih meningkat.
Dalam bidang agrikultur ini akan
melakukan riset di lahan pertanian dengan mengambil foto yang berhubungan dengan
kualitas tanah, cuaca, pertumbuhan tinggi tanaman dan sebagainya. Nantinya data
tersebut akan di entry ke dalam Big Data dan dilakukan analisis. Hasil analisis
tersebut akan digunakan untuk membantu petani dalam meningkatkan
produktivitasnya. |